Munada masuk dalam kategori i’rab nashab yang berarti ia dibaca dengan harakat fathah atau penggantinya. Hal ini terjadi karena dalam seruan atau panggilan, terdapat fi’il yang tersimpan secara wajib, yakni kata kerja “أدعو” (saya memanggil) yang secara otomatis tersembunyi dalam kalimat.
Secara umum, munada berfungsi sebagai objek seruan dalam kalimat, dan untuk memahami konsep ini, kita perlu meninjau beberapa poin penting.
Pengertian Dasar Munada
Munada pada dasarnya berasal dari struktur kalimat yang lebih panjang, misalnya:
“أدعو عبدَ اللهَ” (Saya memanggil Abdullah), tetapi kata kerja “أدعو” dihapus, dan digantikan dengan partikel seru “يا”. Maka kalimat tersebut berubah menjadi “يا عبدَ اللهَ”, dengan kata “عبدَ اللهَ” menjadi munada yang dinashabkan.
Jenis-jenis Munada
Munada dibagi menjadi lima jenis, masing-masing memiliki aturan khusus dalam i’rab (struktur gramatikalnya):
- Al-Mufrad Al-‘Alam (Kata Benda Tunggal dan Nama Orang)
Ini mencakup nama-nama yang dikenal dan digunakan untuk memanggil individu tertentu, seperti “يا زيدُ” (Wahai Zaid). Jika munada ini dalam bentuk mufrad (tunggal), maka dibangun di atas dhammah (bentuk nominatif). - An-Nakirah Al-Maqsudah (Kata Benda Tak Tentu yang Dituju Secara Spesifik)
Misalnya dalam kalimat “يا رجلُ” (Wahai pria), “رجل” adalah kata benda tak tentu, tetapi digunakan untuk memanggil seseorang secara khusus. Seperti al-mufrad al-‘alam, bentuk ini juga dibangun di atas dhammah. - An-Nakirah Ghair Maqsudah (Kata Benda Tak Tentu yang Tidak Dituju Secara Spesifik)
Ini berlaku ketika orang yang dipanggil tidak spesifik. Misalnya, dalam kalimat “يا رجلاً خذ بيدي” (Wahai seorang pria, peganglah tanganku), kata “رجلاً” dinashab karena tidak merujuk kepada orang tertentu. - Al-Mudhaf (Kata Benda yang Dimiliki)
Contoh: “يا عبدَ اللهِ” (Wahai hamba Allah). Munada yang berbentuk mudhaf selalu dinashab, karena kata “عبدَ” berhubungan dengan kata berikutnya (“اللهِ”). - Al-Mushabbah bil Mudhaf (Kata yang Menyerupai Mudhaf)
Jenis ini mencakup frasa yang mengikuti struktur kata mudhaf, misalnya: “يا حسناً وجهه” (Wahai orang yang wajahnya tampan) atau “يا طالعاً جبلاً” (Wahai pendaki gunung). Sama seperti mudhaf, munada ini juga dinashab.
Aturan I’rab Munada
Munada memiliki beberapa aturan i’rab, tergantung pada bentuk dan jenisnya:
- Mufrad Alam dan Nakirah Maqsudah dibangun di atas dhammah jika dalam bentuk mufrad, seperti “يا زيدُ” atau “يا رجلُ”.
- Jika berbentuk tatsniyah (ganda), maka munada dibangun di atas alif, seperti “يا زيدانِ” (Wahai dua Zaid).
- Jika berbentuk jama’ mudzakkar salim (bentuk plural maskulin), maka dibangun di atas wawu, seperti “يا زيدونَ” (Wahai para Zaid).
Sedangkan tiga jenis munada lainnya, yaitu nakirah ghair maqsudah, mudhaf, dan mushabbah bil mudhaf selalu dinashab. Artinya, kata-kata ini selalu berakhir dengan fathah, seperti dalam contoh:
- “يا رجلاً” (Wahai seorang pria),
- “يا عبدَ اللهِ” (Wahai hamba Allah),
- “يا طالعاً جبلاً” (Wahai pendaki gunung).
Perbedaan dalam Munada
- Mufrad Alam dan Nakirah Maqsudah dibangun di atas dhammah, karena keduanya merujuk pada sesuatu yang spesifik, baik itu orang atau kelompok tertentu.
- Sedangkan, Nakirah Ghair Maqsudah, Mudhaf, dan Mushabbah bil Mudhaf dinashab karena objek yang dipanggil tidak spesifik atau memiliki hubungan (mudhaf) dengan kata lainnya.
Memahami berbagai jenis munada sangat penting dalam gramatika bahasa Arab karena aturan i’rab yang berbeda akan mempengaruhi makna kalimat. Munada yang dibangun di atas dhammah biasanya merujuk kepada sesuatu yang jelas dan spesifik, sedangkan munada yang dinashab cenderung lebih kompleks, sering kali melibatkan hubungan dengan kata lain atau merujuk pada sesuatu yang lebih umum.